Suasana di Pasar Seni, Taman Impian Jaya Ancol, terlihat sepi. Tidak ada pengunjung yang datang untuk sekedar melihat-lihat, kecuali kami. Tidak ada juga aktivitas yang berarti siang hari itu. Belum lagi awan mendung yang menaungi kawasan tersebut. Semua itu membuat keadaan di Pasar Seni bertambah sunyi.
Setelah beberapa kali kami mengelilingi dan melihat-lihat kios-kios yang ada di sana, akhirnya kami sampai di suatu kios yang menjual patung-patung pahatan. Di depan kios itu terlihat seorang bapak yang sedang menjaga kios itu. Kemudian kami menghampirinya dan bertanya apakah kami boleh mewawancarainya. Setelah mendapat persetujuan dari bapak itu, kami masuk ke dalam kios tersebut dan memulai wawancara.
Bapak yang bernama Hendi itu memulai pekerjaannya sebagai penghalus patung sejak satu tahun yang lalu, yakni tahun 2007. Ia ditawari pekerjaan itu oleh salah seorang temannya. Dengan tujuan untuk menambah pengalaman, ia menerima tawaran pekerjaan tersebut. Sebelum ia menjadi seorang penghalus patung di Pasar Seni, ia bekerja sebagai seorang peternak ayam broiler. Saat ia memulai pekerjaannya sebagai seorang penghalus patung, ia tidak pernah belajar dan tidak tahu-menahu segala sesuatu yang meyangkut tentang seni patung. Menurut keterangannya, patung-patung itu dibuat oleh orang Bali, pekerjaannya hanya sebatas menghaluskan dan menyelesaikan patung itu sampai bisa dijual.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa ketika ia sedang bekerja, tak jarang ia melakukan kesalahan-kesalahan seperti mematahkan patung terutama bagian-bagian yang kecil dan berujung runcing. Biasanya itu terjadi ketika ia sedang membersihkan patung-patung tersebut sebelum kios dibuka. Ia juga menceritakan pengalaman pertamanya mematahkan sebuah patung. Saat itu ia merasa takut kalau-kalau bosnya akan marah. Namun ia menaggulangi permasalahan yang dihadapinya itu dengan cara menyambungkan bagian yang patah dengan lem. Sehingga bosnya tidak tahu bahwa patung tersebut pernah patah.
Ketika kami menanyakan tentang suka duka yang dialaminya selama ia bekerja sebagai penghalus patung, ia menuturkan bahwa selama bekerja di sana ia merasa tidak tertekan/ bebas dan kadang-kadang pada malam minggu ada acara-acara hiburan di dekat pasar seni. Jadi, ketika bosnya sedang tidak ada, ia bisa melihat pertunjukkan yang ada di sana. Selain itu ia juga merasa pengalamannya bertambah dengan bekerja sebagai penghalus patung tersebut. Duka yang dialaminya hanya rasa bosan akan pekerjaannya, apalagi jam kerjanya memakan waktu yang cukup lama, yaitu dari jam sembilan pagi hingga jam sepuluh malam.
Mengenai penghasilannya, ia tidak mau berbicara terlalu jelas. Yang pasti penghasilannya berubah-ubah sesuai dengan pemasukan kios tersebut. Pemasukkan kios tersebut per bulannya berkisar antara sepuluh sampai dua puluh juta rupiah. Tapi jika sedang ramai, pemasukkannya bisa mencapai empat puluh juta rupiah. Bahkan dulu pemasukkan kios juga pernah mencapai seratus empat puluh delapan juta rupiah. Akan tetapi menurutnya penghasilan yang diperolehnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ditambah lagi dengan naikknya harga barang-barang pokok yang memaksanya untuk mengatur pengeluarannya agar lebih diperketat.
Di akhir pembicaraan ini, ia mengungkapkan bahwa sebenarnya ia kurang puas akan pekerjaannya yang sekarang ini. Ia berharap bisa mencari pekerjaan lain, namun sampai sekarang keinginannya tersebut belum terpenuhi karena belum ada orang yang akan menggantikannya dalam kios patung di Pasar Seni itu.
No comments:
Post a Comment