Pada hari Rabu, 23 April 2008, saya dan Yoelitta sepakat untuk mewawancarai seorang barista di Starbucks. Dapat saya lihat betapa sibuknya mereka melayani para konsumen. Kemudian sembari membeli kopinya, kami bertanya kepada kasirnya pakah kami boleh mewawancarai salah satu barista di situ. Akhirnya kami pun diizinkan.
Barista yang kami wawancarai bernama Paulina. Dari wawancara tersebut, saya dapat melihat betapa sulitnya bekerja untuk mendapatkan uang. Untuk yang part time hanya digaji 1 jam Rp 10.000,00. Padahal pekerjaan sebagai barista tidaklah mudah. Meracik kopi dengan resep yang berbeda-beda tentulah sulit. Saya sungguh salut kepada keniatan Kak Paulina ini untuk mau mempelajari segala jenis kopi yang tentu macamnya sangat banyak. Dulunya, kak Paulina ini bekerja sebagai pegawai fulltime, namun karena Kak Paulina juga ingin bekerja sebagai fashion designer, maka Kak Paulina memutuskan untuk menjadi pegawai part time.
Dari wawancara tersebut, saya menyadari bahwa masih ada banyak orang yang tidak beruntung di dunia ini dan harus membanting tulang untuk hanya mendapatkan sesuap nasi. Saya merasa amat beruntung karena saya tidak perlu memikirkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh keluargaku. Saya memang tidak terjepit dalam kekurangan ekonomi, tapi saya juga cukup tahu diri untuk tidak menghambur-hamburkan uang mereka. Setelah saya tahu betapa sulitnya mencari uang, apalagi anggota keluarga saya terbilang banyak. Tidak saya pungkiri, kerap kali saya merasa iri terhadap orang yang memiliki segalanya yang tidak saya miliki. Saya akui, manusia memang tidak pernah puas, Namun saya mencoba untuk mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan kepada saya.
Nilai – nilai yang saya dapatkan adalah kita harus mensyukuri keadaan kita sekarang ini, namun tentunya juga harus tetap berusaha meraih keinginan kita, kita tidak perlu iri kepada orang yang memiliki segalanya yang tidak kita miliki. Bagaimana pun juga Tuhan telah memberikan kita anugrah dan rezeki yang sungguh patut kita syukuri.
No comments:
Post a Comment