Maria Alda Prawitera
Yang pertama muncul di pikiran saya adalah bahwa saya salut akan beberapa perkataan yang telah dilontarkan ibu ini. Dia menyebutkan bahwa meskipun ia hanya jadi tukang pijat, tidak apa-apa yang penting pekerjaan itu halal. Saya sangat salut karena seperti kita ketahui sudah banyak sekali orang di Jakarta yang telah ditumpulkan hatinya oleh tuntutan kebutuhan hidup hingga mereka pun rela melakukan apa saja demi mendapatkan uang termasuk dengan cara yang tidak halal sekalipun.
Ibu ini tahu bahwa misalnya dengan mencuri, atau misalnya dengan penjualan makanan palsu, ia bisa mendapat jauh lebih banyak uang. Namun apa yang terjadi? Ia bahkan tidak pernah sekalipun menetapkan harga tetap untuk pembalasan jasa yang telah diberikannya itu kepada para pelanggan.
Ia bahkan mengerti dan mengatakan, “Yah.. tergantung kondisi keuangan orangnya aja..” ia tahu ia berkekurangan. Ia bahkan mengatakan ia sering merasa seperti itu, tapi ia pun juga bia memahami kondisi keuangan orang lain. Ia tidak egois dan dengan sepenuh hati rela membantu orang dalam hal kesehatan karena faktor kurangnya pendidikan di waktu mudanya.
Selain itu, saya juga tertarik ketika ia mengatakan bahwa ia mempunyai 4 orang anak yang sudah besar-besar. Saya menyimpulkan hal itu karena dua diantaranya sudah menikah dan mempunyai keluarga masing-masing. Yang saya ingin tekankan disini adalah bahwa ia sanggup menyekolahkan anak-anaknya dari kecil hingga besar. Semurah-murahnya biaya sekolah, apa mungkin seorang tukang pijat dapat membiayai empat anak sekaligus seperti itu? Saya yakin sekali ibu ini bekerja keras, terutama dalam hal tenaga, demi keluarganya itu. Dan yang saya yakini juga, Ibu ini pasti memberikan pelajaran-pelajaran berharga bagi anak-anaknya. Misalnya dalam hal bekerja.
Yang keempat, saya salut sama ibu ini karena meskipun suaminya sudah berprofesi menjadi kuli bangunan yang bisa membawa pulang Rp.200.000,- sekali pekerjaan, Ia tidak tergantung pada suaminya. Ia pun ingin membantu mencari nafkah. Menurut saya, mungkin tanpa ia sadari, ini merupakan salah satu bentuk emansipasi wanita! Dimana seorang wanita (terutama seorang ibu seperti dia yang sudah berkeluarga) tidak hanya dapat duduk di dapur dan mneyajikan makanan, tetapi turut ikut mencari nafkah. Dan sekali lagi saya tekankan : Yang penting halal..
Sekian refleksi saya! Saya salut sama ibu ini dan berharap lebih banyak lagi orang-orang yang mempunyai pola pikir seperti dia..terutama bagi kaum yang berkekurangan.
Maria Alda Prawitera (18)
***
Jovita Ayu Liwanuru
Hidup ibu Haji Komariah yang sederhana itu membuat saya terbuka matanya. Bahwa masih banyak orang bekerja keras untuk mempertahankan hidup di luar sana. Mungkin ibu Haji tersebut bukan yang paling tidak beruntung, tapi dengan melihat semangatnya untuk menghasilkan uang dan bukan hanya untuk beliau, tapi juga untuk seluruh keluarganya. Beliau tidak melimpahkan tugas mencati nafkah hanya pada suaminya, tapi beliau juga turut menghasilkan uang untuk ia dan anak-anaknya. Sungguh sesosok perempuan yang modern kesederhanaan hidup di kota keras seperti Jakarta ini.
Jovita Ayu Liwanuru (29)
Sunday, April 27, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment